Pelatih Asal Belanda Tak Pernah Cocok Menangani Timnas Indonesia?

17 hours ago 7

Bola.com, Jakarta - Timnas Indonesia kembali gagal melaju ke Piala Dunia 2026 setelah perjuangan panjang yang penuh liku. Dalam putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia Zona Asia, Garuda harus menelan kekalahan beruntun dari Arab Saudi 2-3 dan Irak 0-1 di markas lawan. Hasil itu menyudutkan Indonesia di posisi dasar klasemen Grup B dan menutup asa untuk tampil di panggung sepak bola dunia tahun depan.

Perjalanan menuju Piala Dunia 2026 dimulai dari babak awal dengan kemenangan meyakinkan atas Brunei Darussalam. Namun, saat menghadapi lawan-lawan yang lebih tangguh seperti Irak dan Jepang, skuad Garuda belum mampu menunjukkan konsistensi. Kegagalan ini pun memunculkan kritik tajam, salah satunya terhadap pelatih kepala asal Belanda, Patrick Kluivert, dan jajaran asistennya.

Kehadiran nama-nama besar Belanda dalam tim pelatih, termasuk Alex Pastoor, Denny Landzaat, dan Jordy Cruyff, justru tidak menghasilkan kesuksesan. Pengamat sepak bola Belanda, Valentijn Driessen, bahkan menyebut bahwa skuad Merah Putih tak layak ditangani oleh tim pelatih saat ini karena performa yang tidak sesuai harapan.

Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah pelatih asal Belanda memang tidak cocok dengan Timnas Indonesia? Dari Wiel Coerver hingga Kluivert, pelatih Belanda kerap dipercaya mengawal timnas, tapi hasil maksimal belum kunjung didapat. Mari kita ulas perjalanan dan catatan masing-masing pelatih Belanda itu.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

Wiel Coerver

Wiel Coerver menjadi pelatih Belanda pertama yang menangani Timnas Indonesia pada 1975-1976 dan menjelang 1979. Dia terkenal sebagai pelopor metode pelatihan modern yang fokus pada pengembangan skill individu dan teknik mendetail. Sistem "Coerver Method" yang dibawanya sempat mengangkat standar latihan anak-anak muda di Tanah Air.

Pada SEA Games 1979, di bawah asuhannya, Indonesia berhasil meraih medali perak. Meski begitu, Coerver gagal mengantar Indonesia lolos ke Olimpiade 1976 karena kalah di babak kualifikasi dari Korea Utara lewat adu penalti yang dramatis. Ambisi besar dan pendekatan revolusionernya terkadang sulit diterjemahkan ke karakter pemain Indonesia yang kala itu masih minim terbiasa dengan disiplin latihan modern.

Ketidaksesuaian budaya dan beberapa kendala teknis sempat membuat masa jabatannya tidak mulus. Namun warisan metode pembinaan yang dibawa Coerver tetap menjadi pelajaran penting dalam perjalanan sepak bola Indonesia.

Frans van Balkom

Sekitar tahun 1980, Frans van Balkom mengambil alih kendali pelatih. Namun, periode singkatnya dikenal dengan hasil yang kurang menggembirakan. Timnas Indonesia mengalami kekalahan dalam kualifikasi Olimpiade 1980, yang secara nyata menunjukkan belum optimalnya produktivitas dan taktik skuad Garuda pada masa itu.

Van Balkom tidak mendapatkan banyak waktu dan dukungan penuh untuk mengubah arah permainan. Masa jabatannya yang singkat sekaligus menjadi bukti adaptasi dan eksekusi pelatih Belanda di Indonesia sering terganjal oleh berbagai tantangan, baik internal maupun eksternal.

Henk Wullems

Henk Wullems hadir ke Indonesia pada pertengahan 1990-an membawa pengalaman dan semangat baru. Ia sukses mengantar Timnas menjadi runner up SEA Games 1997, prestasi yang mengangkat gairah sepak bola nasional. Wullems juga berhasil membawa tim lolos ke kualifikasi Piala Dunia 1998, meski perjuangan di babak tersebut berakhir tanpa tiket ke putaran final.

Masa kepemimpinan Wullems berlangsung singkat, hanya sekitar satu tahun, dan prestasi itu terasa sebagai titik terang sebelum masa kering berikutnya. Tantangan sumber daya dan konsistensi menjadi kendala utama saat itu.

Wim Rijsbergen

Sebagai mantan bek Timnas Belanda, Wim Rijsbergen sempat diharapkan mampu mentransfer pengalaman internasionalnya ke skuad Merah Putih pada tahun 2011-2012. Namun, perjalanan pelatihannya di Indonesia diwarnai oleh konflik internal dan hasil pertandingan yang gagal memenuhi ekspektasi.

Kontraknya diputus lebih awal setelah hanya meraih dua kemenangan dari sebelas pertandingan. Kegagalannya memperbaiki performa tim dan mengelola dinamika pemain menjadi sorotan utama. Rijsbergen adalah contoh nyata tantangan pelatih asing dalam menyesuaikan diri dengan kultur sepak bola Indonesia yang kompleks.

Pieter Huistra

Pieter Huistra melatih Timnas Indonesia pada 2015 di tengah periode penuh hambatan, terutama jadwal yang terbatas akibat sanksi FIFA yang membekap sepak bola Indonesia. Ia gagal membawa tim meraih prestasi berarti karena waktu persiapan yang minim dan kondisi tim yang belum stabil.

Masa singkatnya menjadi bukti bahwa bahkan pelatih kompeten asal Belanda pun tak dapat mengatasi kesulitan mendasar di lingkungan yang kurang mendukung. Hambatan struktural dan manajerial sering mengalahkan niat baik dan strategi pelatih.

Pertanyaan Besarnya

Dari sejarah panjang tersebut, terlihat bahwa pelatih asal Belanda, meski datang dengan reputasi dan metode, sering kesulitan mengatasi masalah fundamental Timnas Indonesia. Kultur, mentalitas pemain, hingga kendala sistemik pengelolaan sepak bola nasional menjadi hambatan yang belum terselesaikan. Kegagalan terbaru di bawah Patrick Kluivert semakin menegaskan bahwa formula asal Belanda saja belum cukup untuk mengangkat prestasi Garuda.

Apakah ini berarti pelatih asing, khususnya Belanda, tidak cocok untuk Timnas Indonesia? Atau justru saatnya mencari pendekatan baru yang lebih adaptif dengan karakter dan kultur sepak bola Tanah Air?

Pertanyaan ini membuka ruang evaluasi mendalam bagi PSSI dan seluruh pemangku kepentingan demi masa depan sepak bola Indonesia yang lebih baik.

Read Entire Article
Ilmu Pengetahuan | | | |